Oleh : Zulfauzi (penulis buku Samudra Hikmah Surat Al Kahfi: Perisai Mukmin Menghadapi Fitnah Dajjal di Akhir Zaman). Saat ini penulis berdomisili di Limpung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah
Ramadan itu spesial. Istimewa. Ibadah di bulan ini pun menjadi spesial. Istimewa. Termasuk berpuasa di dalamnya. Mengapa bulan ini menjadi spesial? Jawabannya sangat sederhana: Karena Al Quran diturunkan di bulan Ramadan! Begitu spesialnya bulan ini karena Al Quran hingga satu malam di bulan ini pun menjadi spesial. Lailatul Qadar. Malam diturunkannya Al Quran pertama kali. Malam spesial. Malam istimewa. Hingga ibadah di malam ini lebih baik dari beribadah selama 83 tahun! Benar-benar spesial. Benar-benar istimewa!
Lantas, apa sikap kita dengan segala keistimewaan bulan Ramadan? Berpuasa? Tentu. Pastinya. Lalu apakah kita menjalankan puasa ini biasa-biasa, sekedarnya ataukah berpuasa dengan cara spesial?
Jika kita berpuasa sekedarnya, maka puasa itu hanya sekedar menahan lapar dan haus. Tidak ada bedanya dengan hewan! Ketahuilah hewan pun berpuasa. Sebagai contoh dalam hal ini: ular. Seekor ular kobra akan berpuasa saat ia akan berganti kulit. Shedding istilahnya. Proses pergantian kulit ini berat baginya. Ia tidak hanya menahan lapar namun juga “tersiksa” dalam melepaskan kulit lamanya terutama di bagian kepala. Namun setelah proses shedding selesai, ular kobra tetaplah berbahaya. Meski telah berpuasa.
Demikian halnya manusia yang berpuasa hanya sekedarnya. Tidak ada tranformasi dalam dirinya. Ia hanya berbusana baru di hari raya Idul Fitri namun jiwa “liar” yang dikuasai oleh nafsu syahwat tetap bergejolak. Bahkan boleh jadi selepas Idul Fitri lebih “ganas“.
Tak ada bedanya dengan ular kobra yang “berbusana baru” melalui shedding tadi .
Mari perhatikan dengan seksama ayat-ayat puasa. Dimulai dari Al Baqarah 183 hingga 187. Ada 5 ayat. Nah, menariknya ayat-ayat terkait puasa ini diapit oleh ayat sebelum dan sesudahnya terkait tentang harta. Terutama ayat 188 berikut:
وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقًا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 188)
Adapun ayat 182 akhir tema ayat tentang harta warisan yang dimulai dari 180 dengan kata perintah yang sama dengan perintah untuk berpuasa: كُتِبَ. Terlihat ada pesan dalam dan kuat dari ayat-ayat puasa ini yang diapit oleh ayat–ayat tentang harta. Pesan itu untuk tidak memakan harta orang lain secara batil atau dzolim.
Dengan berpuasa output akhirnya adalah bertakwa. Realisasi takwa ini tidak makan harta orang lain. Apalagi makan uang rakyat. Korupsi, cara licik jual-beli, mengoplos minyak, penipuan jual-beli online: pesan apa, tapi yang dikirimkan berbeda dengan yang dipesan. Ini semua memakan harta orang lain. Apalagi makan uang rakyat. Dosanya berlipat-lipat.
Berpuasa istimewa itu tidak hanya menahan lapar dan haus. Berpuasa istimewa itu tampak perilakunya tidak seperti ular kobra yang berpuasa. Bertransformasi jiwanya. Tidak makan harta orang lain. Tidak makan uang rakyat. Tidak korupsi. Inilah berpuasa istimewa tidak seperti berpuasanya ala ular kobra!
Lantas, apa kabar negeri ini? Apakah warga muslimnya sudah sampai level takwa dengan tidak makan harta orang lain secara batil? Apakah sudah berpuasa istimewa, terutama para pemangku jabatan? Apa kabar korupsi di negeri ini? Masih adakah kasus korupsi? Jika ada dan bahkan nilai korupsinya fantastis, jangan-jangan kita selama ini hidup di negeri yang pejabatnya berpuasa di bulan Ramadan ala ular kobra!
Bagaimana pendapat Anda?