IDCFM.CO.ID; BALIKPAPAN– Kondisi ekonomi domestik ditengah masa pemulihan akibat pandemi Covid-19 tumbuh diangka 7,07 persen dan fokus pada peningkatan daya beli, peningkatan konsumsi dan pengeluaran fiskal yang sehat. Tercatat daya beli masyarakat depresiasi rupiah tumbuh 1,41 persen, neraca perdagangan mengalami surplus Rp. 14 miliar dan cadangan devisa mencapai 144, 78 USD. Pencapaian ini melebihi dari kondisi ekonomi Indonesia tahun 2008 yang tumbuh enam persen dan saat krisis moneter tahun 1998 sebesar minus 13 persen.
“Setiap krisis rupiah kita terdepresiasi. Tetapi depresiasi rupiah kita tahun ini minus 1,14 persen. Tahun 2008 kita minus sampai 38 persen dan bahkan 1998 Indonesia minus sampai 197 persen. Inflasi kita kecil dimana tahun ini sampai dengan Agustus 1,59 persen, tahun 2008 10,27 persen dan tahun 1998 55,67 persen. NPL 3,24 persen dan kebijakan bank sentral kita 3,5 persen, 9,25, 60 persen tahun 1998. Ini kabar baik fundamental kita lebih kuat dibanding beberapa waktu lalu,” kata Aldila Bandaro- Trainer BEI KP Kalimantan Timur dalam Workshop Wartawan Daerah PT Bursa Efek Indonesia (BEI) KP Kalimantan Timur pada Senin (27/ 09/ 2021).
Kinerja menggembirakan juga dialami Pasar Modal Indonesia yang mana Sub Rekening Efek (SRE) hingga Agustus 2021 secara nasional tumbuh menjadi 58.818 dan SID mencapai 46.987. Angka ini tumbuh dua kali lipat dibanding tahun 2020 yang mana jumlah SRE 33.998 dan SID 27.293.
“Kepemilikan saham Investor Domestik per Agustus 2021 mendominasi 54 atau lebih tinggi dari Investor Asing. Perdagangan harian 74 persen dilakukan investor domestik. Dari Kalimantan Timur datanya cukup baik juga,” ujar Aldila.
Adapun peningkatan investor di Kaltim sampai dengan Agustus 2021 tumbuh 65 persen dari tahun 2020 yang berjumlah 24,820 SRE. Sementara untuk SID sampai dengan Agustus 2021 tumbuh 65 persen dari pencapaian SID tahun 2020 yang berjumlah 19.694. Ini akan berangsur pulih dan membaik seiring dengan relaksasi kebijakan baik bagi investor maupun emiten.
Januari sampai dengan September 2021 tercatat 39 emiten telah listing di Bursa Efek Indonesia. Namun sebelum perusahaan tersebut tercatat di BEI harus melalui lima tahapan. Pertama adalah preparasi (persiapan) . Calon emiten akan menghubungi penjamin emisi (pihak yang wajib mendampingi Emiten) untuk go public. Termasuk fasilitasi pertemuan dengan regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI); Kedua, evaluasi perusahaan; Ketiga, masuk fase Book Building atau ditawarkan ke investor lain; Keempat, setelah fase Book Building selesai barulah terjadi IPO atau Penawaran Saham Perdana.
“Setelah IPO selesai barulah sahamnya diperdagangkan di bursa saham dalam kata lain listing.
PT Surya Biru Murni Acetylene, Tbk (SBMA) adalah emiten lokal yang berkantor di Balikpapan listing dan menjadi perusahaan tercatat di bursa saham sejak Delapan September 2021 dengan IPO 928.400.000.
Cintia Kasmiranti- Corporate Secretary PT Surya Biru Murni Acetylene, Tbk mengatakan dana selama proses IPO akan dimanfaatkan untuk ekspansi bisnis. SBMA berencana kembangkan bisnis di kawasan Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara. SBMA akan membangun pabrik di tiga provinsi tersebut dan menambah produksi liquid. Mengingat SBMA adalah perusahaan penyedia liquid oksigen dan liquid nitrogen.
“Proses pembangunannya butuh waktu18 bulan kedepan. Setelahnya bisa commissioning naik lima kali lipat tahun kedua atau bulan ke-22 baru ada kenaikan signifikan setelah ekspansi. Saya bilang ke publik kita target 80 sampai 83 miliar rupiah,” kata Cintia antusias.
SBMA sendiri berdiri sejak tahun 1980 an dan sudah memiliki aset dan modal cukup besar untuk ekspansi bisnis. Mendaftarkan perusahaan sebagai emiten, merupakan alasan agar perusahaan tersebut dikenal kalangan luas sebagai perusahaan yang profesional dalam menjalankan bisnis.
“Ada yang bilang kalau ingin menjadi perusahaan besar dan dikenal ya go public. Apalagi ini perusahaan keluarga yang sudah berdiri 30 tahun. Dengan go public itu sangat membantu kami untuk tumbuh menjadi perusahaan yang bonafit,” kata Cintia antusias.
Cintia akui sempat menghadapi sejumlah tantangan saat mendaftar untuk go public. Seperti harus melengkapi izin OSS, hak pemisahan aset untuk perseroan dan public dan aset assessment dari IDX. Kesulitan lain adalah mencari notaris khusus untuk perusahaan terbuka yang hanya ada di Jakarta. Sehingga pihaknya harus bolak balik Balikpapan Jakarta untuk proses menuju IPO.
“Ini juga harus jadi catatan BEI di Kaltim. Seharusnya di Kaltim ini sudah ada notaris khusus perusahaan terbuka. Apalagi Kaltim akan jadi lokasi IKN yang baru. Tentu akan memudahkan perusahaan yang akan IPO,” ujarnya. (Imy)